Monday, 25 August 2014

Cerpen Motivasi

                                    MIMPI

“MIMPI”, Sebuah kata yang selalu teringat dalam benak Vino. Dia yakin dengan terus bermimpi, kelak dia akan menjadi orang besar seperti apa yang telah digambarkan dalam mimpinya. Menurutnya, mimpi membawanya untuk terus melangkah maju mengikuti arah menjulang setinggi langit di angkasa. Saat kecil, tergambar sangat indah di dalam mimpinya untuk menjadi seorang astronot yang kelak akan memijakkan kakinya di luar angkasa yang sangat luas hasil ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tetapi, dia hanya bermimpi. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk bisa menjadi seorang astronot. Kemudian dia mulai bertanya-tanya kepada setiap orang bagaimana untuk bisa menjadi seorang astronot. Dan jawaban dari setiap orang yang akhirnya membuat mimpinya meredup. Betapa sulit dan mahalnya menjadi seorang astronot, begitu pikirnya saat itu. Dengan keadaannya saat itu, sangat tidak memungkinkan baginya untuk menjadi seorang astronot. Apa yang harus dipelajari oleh seorang astronot juga terasa sulit baginya.
Menginjak usia SMP. Dia mencoba bermimpi lebih sederhana dengan menjadi seorang pesepakbola profesional di negeri tercinta, Indonesia. Negara yang sangat menjunjung tinggi olahraga sepak bola namun miskin akan prestasi sepak bola di kancah dunia. Sepak bola memang hobinya sejak kecil, namun waktu SD ayahnya tidak mengijinkan Vino untuk mengikuti SSB (Sekolah Sepak Bola). Akhirnya dia hanya bermain sepak bola bersama tim kampungnya. Dari kecil dia sudah sering mengikuti pertandingan sepak bola antar kampung. Dan saat kelas 2 SMP, ayahnya memberikan ijin kepada Vino untuk mengikuti SSB di kampungnya. Namun ternyata belajar menjadi seorang pesepakbola professional tidaklah mudah. Banyak teman-temannya ynag sudah belajar sepak bola dari kecil di SSB dan mereka lebih mahir daripada Vino. Vino lebih sering mengisi bangku cadangan saat timnya bertanding. Itu berlangsung sangat lama dan membuat Vino frustasi. Untuk kelas SSB kampung saja dia gagal bersaing apalagi untuk tingkat nasional pikirnya. Akhirnya dia memutuskan diri untuk keluar dari SSB sekaligus mengakhiri mimpinya untuk menjadi seorang pesepakbola professional. 
“Mimpi”, kali ini menjadi menjadi bahan renungan panjang bagi Vino. Sekarang dia sudah hampir lulus SMA. Dan dia benar-benar kehilangan akal untuk bermimpi kembali. Dia takut untuk bermimpi kembali. Saat SMA dia hanya mencoba mengikuti apa yang diarahkan oleh orang tuanya. Namun Vino benar-benar tidak beruntung, orang tua Vino tidak tahu apa yang sebenarnya dimiliki oleh Vino. Mereka tidak tahu apa kemampuan Vino sesungguhnya. Pada akhirnya, segala sesuatu yang dilakukan oleh Vino saat itu  terasa seperti dipaksakan. Tidak ada yang sesuai dengan kata hatinya. Hambar dan mencengkam. Dan ketika itu, muka muram serta sikap tajam menyelimuti hatinya. Mimpi bukanlah hal yang penting lagi baginya. Kini, mimpi sudah tidak bisa diandalkan lagi. Dan ini membuat dia menyadari bagaimana seharusnya orang bermimpi.


Untuk hanya bermimpi saja tidak cukup. Semua orang bisa berangan-angan dan bermimpi. Namun, sedikit dari mereka yang bisa mewujudkan mimpinya tersebut. Memang semua berawal dari mimpi. Namun, itu hanya sebagai awal. Untuk seterusnya usaha dan doa yang harus berperan hidup. Usaha dan doa pun juga tidak cukup, namun man jadda wa jadda juga sangat dibutuhkan. Siapa yang sungguh-sungguh, pasti dia akan berhasil. Jadi seperti itulah penilaian Vino dengan apa yang disebut dengan “MIMPI”. 

0 comments:

Post a Comment